Memahami Lebih Dalam tentang "Ankylosing Spondylitis"

Ankylosing Spondylitis (AS), yang juga dikenal dengan istilah "Bamboo Spine," merupakan salah satu jenis penyakit rematik kronis yang terutama menyerang tulang belakang (spondylo). 

Istilah "arthritis," yang secara harfiah berarti peradangan sendi (dari bahasa Yunani "arthr" yang berarti sendi dan "-itis" yang berarti peradangan), menjadi dasar untuk memahami bahwa Ankylosing Spondylitis melibatkan proses inflamasi yang signifikan pada struktur tulang belakang.

Dalam terminologi medis, inflamasi ditandai dengan empat gejala klasik: nyeri (dolor), kekakuan (rigor), kemerahan (rubor), dan pembengkakan (tumor). Pada Ankylosing Spondylitis, proses inflamasi ini secara spesifik menargetkan sendi-sendi di tulang belakang, yang dalam bahasa Yunani disebut "spondylo." Kata "ankylos" sendiri mengacu pada kondisi pengkakuan sendi, yang menjadi ciri khas progresif dari penyakit ini.

Awal Mula dan Progresivitas Penyakit

Ankylosing Spondylitis umumnya menunjukkan gejala awal pada usia remaja atau dewasa muda, antara 15 hingga 30 tahun. Mayoritas penderita mengalami manifestasi pertama penyakit sebelum usia 30 tahun, dengan hanya sekitar 5% kasus yang gejalanya baru muncul setelah usia 45 tahun. Onset yang relatif dini ini seringkali berdampak signifikan pada kualitas hidup dan aktivitas sehari-hari individu yang terkena.

Perjalanan penyakit Ankylosing Spondylitis biasanya dimulai pada sendi sakroiliaka, yaitu persimpangan antara tulang sakrum (beberapa ruas tulang belakang bagian bawah) dan tulang pelvis (panggul). Inflamasi pada sendi-sendi ini merupakan ciri khas awal Ankylosing Spondylitis dan seringkali menjadi sumber utama nyeri pinggang bawah. Seiring waktu, proses inflamasi dapat menyebar ke atas, melibatkan ruas-ruas tulang belakang yang lebih tinggi (lumbal, torakal, dan servikal). Pada kasus yang parah, seluruh tulang belakang dapat terkena, mengakibatkan kekakuan yang meluas dari panggul hingga leher.

Pembentukan Tulang Baru dan Hilangnya Fleksibilitas

Respons tubuh terhadap peradangan kronis pada Ankylosing Spondylitis adalah upaya untuk memperbaiki diri sendiri melalui pembentukan tulang baru. Proses ini, yang dikenal sebagai osifikasi, terjadi di sekitar sendi-sendi yang meradang. Seiring waktu, pembentukan tulang baru ini dapat menyebabkan penyatuan (fusi) antara ruas-ruas tulang belakang yang berdekatan. Akibatnya, tulang belakang secara bertahap kehilangan fleksibilitas dan menjadi sangat kaku, menyerupai batang bambu – inilah asal mula julukan "Bamboo Spine." Kekakuan ini dapat membatasi rentang gerak tulang belakang secara signifikan, mempengaruhi kemampuan untuk membungkuk, memutar tubuh, dan bahkan berdiri tegak.
Ironisnya, meskipun terjadi pembentukan tulang baru, kepadatan tulang yang sudah ada justru dapat berkurang (osteoporosis), meningkatkan risiko terjadinya patah tulang (fraktur), terutama pada tulang belakang. Kombinasi kekakuan dan kerapuhan tulang ini menjadikan penanganan AS semakin kompleks.

Keterlibatan Sendi Perifer dan Enthesitis

Pada sebagian individu dengan Ankylosing Spondylitis, penyakit ini tidak hanya terbatas pada tulang belakang. Sendi-sendi lain di tubuh (sendi perifer atau tepi) juga dapat terkena, termasuk sendi bahu, rusuk, panggul, lutut, dan bahkan kaki. Keterlibatan sendi perifer ini dapat menyebabkan nyeri, kekakuan, dan pembengkakan pada area-area tersebut, semakin memperburuk disabilitas fungsional pasien.

Selain sendi, Ankylosing Spondylitis juga dapat menyerang tempat-tempat di mana tendon dan ligamen melekat pada tulang, yang dikenal sebagai enthesitis. Peradangan pada entesis (titik perlekatan) ini dapat menyebabkan nyeri lokal yang signifikan. Beberapa lokasi enthesitis yang umum pada penderita AS meliputi bagian belakang tumit (tendon Achilles, menyebabkan Achilles tendonitis), telapak kaki (fascia plantaris, menyebabkan plantar fasciitis), bagian luar sendi panggul (trochanteric bursa, menyebabkan trochanteric bursitis), dan sepanjang tulang dada (sendi kostokondral, menyebabkan costochondritis). Nyeri pada area-area ini dapat sangat mengganggu aktivitas sehari-hari.

Manifestasi Ekstra-Artikular

Pada beberapa penderita Ankylosing Spondylitis, penyakit ini bahkan dapat melibatkan organ-organ lain di luar sistem muskuloskeletal. Salah satu manifestasi ekstra-artikular yang paling umum adalah uveitis atau iritis, yaitu peradangan pada lapisan tengah mata (uvea). Gejala uveitis meliputi nyeri mata, kemerahan, sensitivitas terhadap cahaya (fotofobia), dan penglihatan kabur. Jika tidak ditangani dengan tepat, uveitis dapat menyebabkan komplikasi serius pada mata.

Dalam kasus yang jarang terjadi, Ankylosing Spondylitis juga dapat mempengaruhi jantung dan paru-paru. Keterlibatan jantung dapat berupa peradangan pada aorta atau katup jantung, sementara keterlibatan paru-paru dapat menyebabkan fibrosis paru (pembentukan jaringan parut), yang dapat mengganggu fungsi pernapasan.

Variabilitas Gejala

Ankylosing Spondylitis adalah penyakit dengan spektrum variasi yang luas. Beberapa individu mungkin hanya mengalami nyeri punggung ringan yang bersifat intermiten (datang dan pergi), sementara yang lain mengalami nyeri berat yang terus-menerus disertai kekakuan tulang belakang yang signifikan, yang secara dramatis mempengaruhi postur tubuh dan menghilangkan fleksibilitas tulang belakang.

Gejala yang paling umum adalah nyeri pinggang bawah kronis yang seringkali datang secara bertahap dan dapat bervariasi intensitasnya. Karakteristik nyeri pada Ankylosing Spondylitis adalah cenderung memburuk di pagi hari setelah bangun tidur dan setelah periode inaktivitas, serta cenderung membaik dengan aktivitas fisik dan peregangan. Kekakuan di pagi hari yang berlangsung lebih dari 30 menit merupakan ciri khas AS.
Pada kasus yang lebih lanjut dan berat, proses penyatuan dua atau lebih ruas tulang belakang dapat menyebabkan kekakuan pada sangkar toraks (rangka tulang di punggung atas dan iga yang melindungi jantung dan paru-paru). Kekakuan pada sangkar toraks dapat membatasi ekspansi paru-paru saat bernapas, yang berpotensi mengurangi kapasitas paru-paru dan menyebabkan sesak napas.

Penyebab dan Faktor Genetik

Meskipun penyebab pasti Ankylosing Spondylitis belum sepenuhnya dipahami, faktor genetik memainkan peran yang signifikan dalam kerentanan seseorang terhadap penyakit ini. Sekitar 90% penderita Ankylosing Spondylitis memiliki gen yang disebut HLA-B27 (Human Leukocyte Antigen B27).

Beberapa poin penting yang perlu dipahami mengenai gen HLA-B27:

  • Tidak semua penderita Ankylosing Spondylitis memiliki gen HLA-B27. Sekitar 10% penderita Ankylosing Spondylitis tidak membawa gen ini. Oleh karena itu, hasil tes negatif untuk HLA-B27 tidak secara otomatis menjadi diagnosis Ankylosing Spondylitis jika gejala klinisnya sesuai.
  • Memiliki gen HLA-B27 tidak berarti pasti akan mengembangkan Ankylosing Spondylitis. Gen ini tidak menyebabkan Ankylosing Spondylitis secara langsung, melainkan meningkatkan risiko seseorang untuk mengidap penyakit ini. Faktanya, hanya sebagian kecil individu yang memiliki gen HLA-B27 akan mengalami gejala Ankylosing Spondylitis.
  • Gen lain juga berperan. Diskusi di antara para ahli menunjukkan bahwa gen lain dalam sistem kekebalan tubuh juga berkontribusi pada perkembangan Ankylosing Spondylitis, termasuk gen IL23R dan ERAP1. Gen-gen ini kemungkinan terlibat dalam regulasi respons inflamasi.
Diagnosis Ankylosing Spondylitis

Tidak ada tes tunggal yang dapat secara definitif mendiagnosis Ankylosing Spondylitis. Proses diagnosis seringkali melibatkan kombinasi informasi klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Beberapa penderita mungkin mengalami gejala ringan selama bertahun-tahun tanpa menyadari bahwa mereka mengidap penyakit ini, yang dapat menunda diagnosis.
Untuk mendapatkan diagnosis yang akurat, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter ahli reumatologi, yaitu dokter yang mengkhususkan diri dalam diagnosis dan pengobatan penyakit rematik. 

Dokter reumatologi akan mengumpulkan informasi dari:
  • Riwayat medis: Dokter akan menanyakan tentang gejala yang dialami, riwayat penyakit keluarga (terutama riwayat penyakit rematik), dan kondisi medis lain yang mungkin relevan.
  • Pemeriksaan fisik yang menyeluruh: Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk menilai rentang gerak tulang belakang dan sendi lainnya, mencari tanda-tanda peradangan (nyeri tekan pada sendi sakroiliaka, tulang belakang, atau tempat entesis), dan mengevaluasi postur tubuh. Tes Schober (mengukur fleksibilitas tulang belakang lumbal) sering dilakukan.
  • Tes darah: Beberapa tes darah dapat membantu mengidentifikasi adanya peradangan dalam tubuh. Tes yang umum dilakukan meliputi laju sedimentasi eritrosit (ESR atau LED) dan protein C-reaktif (CRP). Peningkatan kadar ESR dan CRP menunjukkan adanya peradangan, meskipun tidak spesifik untuk Ankylosing Spondylitis. Tes HLA-B27 juga dapat dilakukan, tetapi hasilnya harus diinterpretasikan dalam konteks gejala klinis.
  • Pencitraan (X-Ray, CT-scan, atau MRI): Pemeriksaan radiologi memainkan peran penting dalam diagnosis Ankylosing Spondylitis.
  • X-Ray (röntgen): Sinar-X tulang belakang dan sendi sakroiliaka dapat menunjukkan tanda-tanda khas Ankylosing Spondylitis, seperti sacroiliitis (peradangan sendi sakroiliaka), sindesmofit (pertumbuhan tulang baru di sepanjang tepi tulang belakang yang dapat menyebabkan fusi), dan "squaring" vertebra (hilangnya cekungan normal pada bagian depan vertebra). Pada tahap lanjut, X-ray dapat menunjukkan gambaran "Bamboo Spine."
  • CT-scan (Computed Tomography): CT-scan dapat memberikan gambaran yang lebih detail tentang struktur tulang dan dapat berguna untuk mengevaluasi perubahan pada sendi sakroiliaka dan tulang belakang.
  • MRI (Magnetic Resonance Imaging): MRI adalah modalitas pencitraan yang sangat sensitif dan dapat mendeteksi peradangan aktif pada sendi sakroiliaka dan tulang belakang pada tahap awal penyakit, bahkan sebelum perubahan struktural terlihat pada X-ray. MRI juga dapat membantu mengidentifikasi enthesitis dan keterlibatan jaringan lunak lainnya.
Kesimpulan

Ankylosing Spondylitis adalah penyakit rematik kronis yang kompleks dan progresif, terutama menyerang tulang belakang dan dapat menyebabkan nyeri, kekakuan, dan hilangnya fleksibilitas. Pemahaman yang mendalam tentang gejala, progresivitas, faktor genetik, dan metode diagnosis Ankylosing Spondylitis sangat penting untuk deteksi dini dan manajemen yang tepat. Meskipun tidak ada obat untuk Ankylosing Spondylitis, berbagai pilihan pengobatan tersedia untuk membantu mengurangi gejala, mempertahankan fungsi, dan meningkatkan kualitas hidup penderita. Konsultasi dengan dokter ahli reumatologi adalah langkah penting bagi individu yang mencurigai adanya gejala Ankylosing Spondylitis.