Radiasi infra merah (IR) adalah bagian dari spektrum elektromagnetik yang terletak di antara cahaya tampak dan gelombang mikro. Dalam konteks terapi fisioterapi, sumber infra merah buatan digunakan untuk menghasilkan energi elektromagnetik dalam rentang panjang gelombang tertentu, yang kemudian diaplikasikan pada tubuh pasien. Efek terapeutik utama dari radiasi infra merah berasal dari kemampuannya untuk menghasilkan panas di dalam jaringan tubuh.
Ketika radiasi infra merah mengenai permukaan kulit, foton-foton energi elektromagnetik diserap oleh molekul-molekul dalam jaringan, terutama molekul air. Penyerapan energi ini menyebabkan peningkatan vibrasi dan rotasi molekuler, yang secara mikroskopis menghasilkan peningkatan energi kinetik. Peningkatan energi kinetik ini kemudian dimanifestasikan sebagai peningkatan suhu lokal dalam jaringan.
Kedalaman penetrasi radiasi infra merah ke dalam jaringan tubuh bergantung pada beberapa faktor, termasuk panjang gelombang radiasi, intensitas radiasi, dan karakteristik jaringan yang terpapar (misalnya, kandungan air, pigmentasi kulit). Secara umum, radiasi infra merah dengan panjang gelombang yang lebih pendek (near-infrared) dapat menembus lebih dalam ke dalam jaringan dibandingkan dengan radiasi infra merah dengan panjang gelombang yang lebih panjang (far-infrared). Namun, sebagian besar energi tetap diserap di lapisan permukaan kulit dan jaringan subkutan.
Peningkatan suhu jaringan akibat penyerapan radiasi infra merah memicu serangkaian respons fisiologis yang mendasari efek terapeutiknya dalam fisioterapi:
- Vasodilatasi: Peningkatan suhu lokal menyebabkan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) di area yang terpapar. Vasodilatasi meningkatkan aliran darah ke jaringan, membawa lebih banyak oksigen dan nutrisi, serta membantu menghilangkan produk sisa metabolisme. Peningkatan aliran darah ini penting untuk mempercepat proses penyembuhan jaringan yang rusak.
- Peningkatan Metabolisme Jaringan: Peningkatan suhu juga meningkatkan aktivitas metabolik sel-sel dalam jaringan. Reaksi kimia dan proses enzimatik berlangsung lebih efisien pada suhu yang lebih tinggi. Peningkatan metabolisme dapat mempercepat perbaikan jaringan, mengurangi peradangan, dan meningkatkan ketersediaan energi untuk proses seluler.
- Relaksasi Otot: Panas yang dihasilkan oleh radiasi infra merah dapat memiliki efek relaksan pada otot-otot yang tegang atau mengalami spasme. Peningkatan suhu dapat mengurangi aktivitas spindle otot dan meningkatkan ambang rangsang reseptor Golgi tendon, yang berkontribusi pada relaksasi otot. Selain itu, peningkatan aliran darah juga membantu mengurangi akumulasi produk sisa metabolisme yang dapat menyebabkan nyeri dan ketegangan otot.
- Pengurangan Nyeri: Efek pengurangan nyeri dari terapi infra merah bersifat multifaktorial. Peningkatan aliran darah dapat membantu menghilangkan mediator nyeri dan mengurangi peradangan. Selain itu, stimulasi termal dapat mengaktifkan serabut saraf non-nosiseptif (bukan nyeri), yang dapat menghambat transmisi sinyal nyeri ke otak melalui mekanisme gate control theory. Efek relaksasi otot juga dapat berkontribusi pada pengurangan nyeri yang berasal dari ketegangan atau spasme otot.
- Peningkatan Elastisitas Jaringan Kolagen: Peningkatan suhu jaringan dapat meningkatkan elastisitas dan mengurangi kekakuan jaringan ikat kolagen, seperti tendon, ligamen, dan kapsul sendi. Hal ini dapat meningkatkan rentang gerak sendi dan mengurangi kekakuan pada kondisi seperti kontraktur atau adhesi jaringan.
Manfaat Terapi Infra Merah dalam Fisioterapi
Berdasarkan mekanisme kerjanya, terapi infra merah menawarkan berbagai manfaat dalam konteks fisioterapi untuk mengatasi berbagai kondisi muskuloskeletal dan neuromuskuler:
- Pengurangan Nyeri: Efektif dalam mengurangi nyeri akibat berbagai kondisi seperti osteoarthritis, rheumatoid arthritis, nyeri punggung bawah, nyeri leher, dan nyeri otot akibat cedera atau ketegangan.
- Relaksasi Otot: Membantu meredakan ketegangan otot, spasme, dan kekakuan, yang seringkali menyertai kondisi nyeri muskuloskeletal.
- Peningkatan Rentang Gerak: Dengan meningkatkan elastisitas jaringan kolagen dan mengurangi kekakuan sendi, terapi infra merah dapat membantu meningkatkan rentang gerak pada pasien dengan keterbatasan akibat cedera, imobilisasi, atau kondisi kronis.
- Peningkatan Penyembuhan Jaringan: Peningkatan aliran darah dan metabolisme jaringan dapat mempercepat proses penyembuhan pada cedera jaringan lunak seperti keseleo, strain, dan memar.
- Pengurangan Peradangan: Meskipun efek anti-inflamasinya mungkin tidak sekuat modalitas lain, peningkatan aliran darah dapat membantu menghilangkan mediator inflamasi dan mengurangi peradangan lokal.
- Persiapan untuk Latihan Terapeutik: Aplikasi infra merah sebelum latihan terapeutik dapat membantu menghangatkan jaringan, meningkatkan fleksibilitas, dan mengurangi risiko cedera selama latihan.
Sisi Negatif dan Kontraindikasi Terapi Infra Merah
Meskipun terapi infra merah umumnya aman jika digunakan dengan benar, terdapat beberapa sisi negatif dan kontraindikasi yang perlu diperhatikan:
- Risiko Terbakar: Paparan radiasi infra merah yang berlebihan atau jarak aplikasi yang terlalu dekat dapat menyebabkan luka bakar pada kulit. Penting untuk mengatur intensitas dan durasi terapi dengan hati-hati serta memantau respons kulit pasien.
- Peningkatan Peradangan Akut: Pada kondisi peradangan akut, aplikasi panas (termasuk infra merah) dapat memperburuk peradangan dengan meningkatkan aliran darah ke area yang sudah meradang. Oleh karena itu, terapi dingin lebih dianjurkan pada fase akut peradangan.
- Tidak Efektif untuk Kondisi Tertentu: Terapi infra merah mungkin tidak efektif untuk semua jenis nyeri atau kondisi muskuloskeletal. Misalnya, nyeri neuropatik mungkin tidak merespons dengan baik terhadap terapi panas.
- Kontraindikasi: Terdapat beberapa kondisi di mana terapi infra merah dikontraindikasikan, termasuk:
- Malignansi (Kanker): Aplikasi panas pada area dengan tumor ganas dapat meningkatkan pertumbuhan dan penyebarannya.
- Perdarahan Aktif: Peningkatan aliran darah dapat memperburuk perdarahan.
- Insufisiensi Vaskular: Pada pasien dengan gangguan sirkulasi darah yang parah, peningkatan aliran darah lokal mungkin tidak dapat dikompensasi oleh sistem vaskular yang lemah.
- Hilangnya Sensasi: Pasien dengan gangguan sensori (misalnya neuropati diabetik) mungkin tidak dapat merasakan panas yang berlebihan, sehingga meningkatkan risiko luka bakar.
- Infeksi Akut: Aplikasi panas dapat memperburuk infeksi.
- Kehamilan: Aplikasi panas langsung pada area perut pada wanita hamil umumnya dihindari.
- Penggunaan Beberapa Obat: Beberapa obat dapat meningkatkan sensitivitas kulit terhadap panas.
Kesimpulan
Terapi infra merah adalah modalitas fisioterapi yang memanfaatkan energi elektromagnetik untuk menghasilkan panas dalam jaringan tubuh. Peningkatan suhu ini memicu berbagai respons fisiologis seperti vasodilatasi, peningkatan metabolisme, relaksasi otot, pengurangan nyeri, dan peningkatan elastisitas jaringan. Manfaat terapi infra merah meliputi pengurangan nyeri, relaksasi otot, peningkatan rentang gerak, dan peningkatan penyembuhan jaringan. Namun, penting untuk memperhatikan potensi risiko luka bakar dan kontraindikasi pada kondisi tertentu seperti peradangan akut, keganasan, dan gangguan sensori. Penggunaan terapi infra merah harus didasarkan pada asesmen klinis yang komprehensif dan disesuaikan dengan kondisi spesifik pasien untuk mencapai hasil terapi yang optimal dan aman.
Referensi :
- Basford, J. R. (2001). Therapeutic physical agents. Physical Medicine and Rehabilitation Clinics of North America, 12(1), 1-22.
- Draper, D. O., & Prentice, W. E. (2012). Therapeutic modalities: The art and science. Lippincott Williams & Wilkins.
- Kitchen, S. (2010). Electrotherapy: Evidence-based practice. Churchill Livingstone Elsevier.
- Robertson, V. J., & Ward, A. R. (2006). Electrotherapy explained: Principles and practice. Butterworth-Heinemann Elsevier.
- Cameron, M. H. (2013). Physical agents: Theory and practice. F.A. Davis Company.
- Low, J., & Reed, A. (2000). Electrotherapy explained: Principles and practice. Butterworth-Heinemann.
- Michlovitz, S. L., & Nolan Jr, T. P. (2011). Thermal agents in rehabilitation. F.A. Davis Company.
- Petrofsky, J. S., Berk, L. S., Bains, G. S., Khowailed, I. A., Hui, T. K., Granado, M., ... & Al-Malty, A. M. (2013). The effect of near and far infrared light on skeletal muscle function in athletes: What do we know?. Journal of Strength and Conditioning Research, 27(1), 225-232.
- Vatansever, F., Hamblin, M. R., & Ayci, P. (2012). Low-level laser (light) therapy (LLLT) in skin: stimulating, healing, restoring. Seminars in cutaneous medicine and surgery, 31(1), 41-49. (Meskipun fokus pada laser, prinsip interaksi energi cahaya dengan jaringan relevan untuk infra merah).
- Hamblin, M. R. (2017). Mechanisms and applications of the anti-inflammatory effects of photobiomodulation. AIMS Biophysics, 4(3), 337-361. (Relevan dalam konteks efek terapeutik panas).