Jari Pelatuk (Trigger Finger): Definisi, Anatomi-Patologi, Etiologi, Prevalensi, Faktor Risiko, Perubahan Fisiologis-Histologis, dan Kewaspadaan

Jari pelatuk, yang secara medis dikenal sebagai stenosing tenosynovitis, adalah kondisi umum dan seringkali menyakitkan yang mempengaruhi tendon di jari atau ibu jari tangan. Kondisi ini menyebabkan jari atau ibu jari menjadi kaku atau terkunci dalam posisi menekuk. 

Nama "jari pelatuk" berasal dari sensasi seperti pelatuk yang dirasakan saat jari yang terkunci tiba-tiba terlepas atau diluruskan. Fenomena ini disebabkan oleh peradangan dan penebalan pada tendon fleksor jari atau ibu jari, serta penyempitan pada terowongan fibrosa (pulley) tempat tendon tersebut meluncur.

Anatomi-Patologi

Untuk memahami patologi jari pelatuk, penting untuk meninjau anatomi tendon fleksor dan sistem pulley di tangan.

  • Tendon Fleksor: Otot-otot di lengan bawah bertanggung jawab untuk menekuk jari dan ibu jari. Otot-otot ini berlanjut menjadi tendon panjang yang melewati pergelangan tangan dan masuk ke jari-jari. Setiap jari (kecuali ibu jari) memiliki dua tendon fleksor: flexor digitorum superficialis (FDS) dan flexor digitorum profundus (FDP). Ibu jari hanya memiliki satu tendon fleksor, flexor pollicis longus (FPL). Tendon-tendon ini meluncur di sepanjang sisi palmar (telapak tangan) jari.

  • Sistem Pulley: Tendon fleksor tidak meluncur bebas di sepanjang jari. Mereka ditahan erat ke tulang oleh serangkaian struktur seperti cincin yang disebut pulleys. Pulleys ini penting untuk efisiensi mekanis fleksi jari, mencegah tendon menjauhi tulang saat jari ditekuk. Sistem pulley terdiri dari lima annular pulleys (A1 hingga A5) dan tiga cruciate pulleys (C1 hingga C3). Pulley A1 terletak di dasar jari, tepat di atas kepala metakarpal dan merupakan pulley yang paling sering terlibat dalam jari pelatuk.

  • Patologi: Pada jari pelatuk, terjadi penebalan dan peradangan pada tendon fleksor di area pulley A1. Penebalan ini dapat membentuk nodul (benjolan kecil) pada tendon. Saat tendon yang menebal dan bernodul ini mencoba melewati pulley A1 yang menyempit selama fleksi atau ekstensi jari, ia dapat tersangkut. Ketika tekanan yang cukup diberikan, nodul tiba-tiba melewati pulley, menghasilkan sensasi "klik" atau "pelatuk". Peradangan kronis juga dapat menyebabkan penebalan lebih lanjut pada pulley A1 itu sendiri, memperburuk penyempitan terowongan tendon.

Etiologi

Penyebab pasti jari pelatuk seringkali tidak diketahui atau bersifat multifaktorial (idiopatik). Namun, beberapa faktor telah dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya kondisi ini:

  • Penggunaan Tangan Berulang: Aktivitas yang melibatkan gerakan menggenggam atau memutar tangan secara berulang dan kuat dapat meningkatkan risiko peradangan pada tendon dan pulley. Contohnya termasuk pekerjaan manual tertentu, penggunaan alat getar, atau aktivitas rekreasi seperti bermain golf atau tenis. ([Steel, H. H. (1997). Stenosing tenosynovitis at the metacarpophalangeal joint. Journal of Hand Surgery (American Volume), 22(5), 886-890.])

  • Trauma Minor: Cedera kecil atau trauma langsung pada telapak tangan di area dasar jari dapat memicu peradangan.

  • Kondisi Medis Tertentu: Beberapa kondisi medis sistemik telah dikaitkan dengan peningkatan prevalensi jari pelatuk, termasuk:

  • Diabetes Mellitus: Individu dengan diabetes memiliki risiko lebih tinggi terkena jari pelatuk. Mekanismenya mungkin melibatkan glikosilasi protein yang dapat menyebabkan penebalan jaringan ikat. ([Moore, F. D., & Weiland, A. J. (1998). Trigger finger in patients with diabetes mellitus. The Journal of Hand Surgery, 23(1), 130-133.])

  • Artritis Reumatoid: Peradangan kronis yang terkait dengan artritis reumatoid dapat mempengaruhi sinovium tendon dan menyebabkan tenosinovitis. ([Savini, R.,графия, &графия. (1989). Trigger finger and thumb in rheumatoid arthritis. Annals of the Rheumatic Diseases, 48(10), 868-871.])

  • Gout: Meskipun kurang umum, gout dapat menyebabkan peradangan pada tendon dan sendi, berpotensi menyebabkan jari pelatuk.

  • Amiloidosis: Penumpukan protein amiloid dapat terjadi pada berbagai jaringan, termasuk tendon dan pulley, yang dapat menyebabkan penebalan dan penyempitan.

  • Hipotiroidisme: Beberapa penelitian menunjukkan adanya korelasi antara hipotiroidisme dan peningkatan risiko jari pelatuk.

  • Jenis Kelamin: Wanita lebih sering terkena jari pelatuk dibandingkan pria. Alasan pasti untuk perbedaan ini belum sepenuhnya dipahami, tetapi faktor hormonal atau perbedaan dalam ukuran dan penggunaan tangan mungkin berperan. 

  • Usia: Jari pelatuk lebih sering terjadi pada orang dewasa, terutama mereka yang berusia antara 40 dan 60 tahun. Proses degeneratif dan perubahan pada jaringan ikat seiring bertambahnya usia mungkin berkontribusi.

Prevalensi

Prevalensi jari pelatuk bervariasi tergantung pada populasi yang diteliti dan metode diagnostik yang digunakan. Studi populasi umum memperkirakan prevalensi antara 1% dan 3%. Namun, prevalensi dapat jauh lebih tinggi pada individu dengan faktor risiko tertentu, seperti penderita diabetes (hingga 10-20%) atau artritis reumatoid (hingga 20-45%). 

Faktor Risiko

Selain etiologi yang disebutkan di atas, beberapa faktor risiko lain yang mungkin berkontribusi terhadap perkembangan jari pelatuk meliputi:

  • Pekerjaan atau Hobi Tertentu: Pekerjaan atau hobi yang melibatkan genggaman kuat, gerakan berulang, atau penggunaan alat getar (misalnya, pekerja konstruksi, musisi, tukang kebun).

  • Riwayat Cedera Tangan: Cedera sebelumnya pada tangan atau pergelangan tangan dapat mengubah biomekanika dan meningkatkan risiko.

  • Operasi Karpal Tunnel Sebelumnya: Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan risiko jari pelatuk setelah operasi pelepasan sindrom terowongan karpal. 

Perubahan Fisiologis-Histologis

Pada tingkat fisiologis dan histologis, jari pelatuk ditandai oleh beberapa perubahan utama:

  • Inflamasi: Proses inflamasi kronis terjadi pada tendon fleksor dan lapisan sinovialnya (tenosinovitis). Inflamasi ini menyebabkan pelepasan mediator kimia yang berkontribusi pada nyeri, pembengkakan, dan penebalan jaringan.

  • Penebalan Tendon: Tendon fleksor, terutama di area pulley A1, mengalami penebalan. Penebalan ini disebabkan oleh proliferasi fibroblas dan deposisi kolagen yang berlebihan.

  • Pembentukan Nodul: Nodul fibrokartilaginosa dapat terbentuk pada tendon. Nodul ini merupakan area penebalan lokal yang dapat tersangkut di bawah pulley A1 saat gerakan jari.

  • Penebalan Pulley A1: Pulley A1 itu sendiri dapat mengalami penebalan dan penyempitan akibat hiperplasia fibrokartilaginosa. Penyempitan ini semakin menghambat gerakan tendon.

  • Perubahan Sinovial: Lapisan sinovial yang melapisi tendon dapat mengalami hipertrofi dan peradangan, menghasilkan lebih banyak cairan sinovial dan berkontribusi pada pembengkakan.

  • Degenerasi Kolagen: Dalam beberapa kasus kronis, dapat terjadi perubahan degeneratif pada serat kolagen tendon, mengurangi kekuatannya dan meningkatkan risiko robekan.

Apa yang Perlu Diwaspadai dari Kondisi Trigger Finger

Meskipun jari pelatuk seringkali dapat diobati dengan intervensi konservatif, ada beberapa aspek yang perlu diwaspadai dan ditangani dengan tepat untuk mencegah komplikasi dan memperbaiki kualitas hidup pasien:

  1. Nyeri Kronis dan Disfungsi: Nyeri yang terus-menerus dan kesulitan dalam menggerakkan jari dapat secara signifikan mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan, dan kualitas hidup. Pasien mungkin kesulitan menggenggam benda, menulis, atau melakukan tugas-tugas motorik halus lainnya.

  2. Keterbatasan Gerak Permanen: Jika tidak diobati atau jika peradangan menjadi kronis dan parah, jari dapat menjadi terkunci secara permanen dalam posisi menekuk (fleksi contracture). Kondisi ini dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya fungsi jari secara keseluruhan.

  3. Kekakuan Sendi: Immobilisasi jari yang berkepanjangan akibat nyeri atau penguncian dapat menyebabkan kekakuan pada sendi interfalangeal (PIP dan DIP). Kekakuan ini dapat membatasi rentang gerak bahkan setelah peradangan mereda.

  4. Komplikasi Pasca-Pengobatan: Meskipun jarang, komplikasi dapat terjadi setelah pengobatan jari pelatuk, terutama setelah injeksi kortikosteroid atau operasi. Komplikasi ini dapat meliputi infeksi, kerusakan saraf atau tendon, nyeri kronis pasca operasi, atau kekambuhan kondisi.

  5. Hubungan dengan Kondisi Medis Lain: Penting untuk mewaspadai hubungan antara jari pelatuk dengan kondisi medis sistemik seperti diabetes dan artritis reumatoid. Pengelolaan kondisi-kondisi ini secara efektif dapat membantu mengurangi risiko atau keparahan jari pelatuk.

  6. Dampak Psikologis: Nyeri kronis dan disfungsi tangan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental pasien, menyebabkan kecemasan, depresi, dan frustrasi. Dukungan psikologis mungkin diperlukan dalam kasus yang parah atau berkepanjangan.

  7. Keterlambatan Diagnosis dan Pengobatan: Menunda diagnosis dan pengobatan dapat menyebabkan perburukan kondisi dan mengurangi efektivitas terapi konservatif. Pasien dengan gejala awal jari pelatuk harus mencari perhatian medis untuk mencegah perkembangan lebih lanjut.

  8. Kekambuhan: Jari pelatuk dapat kambuh setelah pengobatan, terutama jika faktor risiko yang mendasarinya tidak ditangani atau jika pasien kembali melakukan aktivitas yang memperburuk kondisi. Edukasi pasien mengenai modifikasi aktivitas dan strategi pencegahan sangat penting.

Kesimpulan

Jari pelatuk adalah kondisi muskuloskeletal umum yang ditandai oleh nyeri, kekakuan, dan penguncian jari atau ibu jari akibat peradangan dan penebalan tendon fleksor serta penyempitan pulley A1. Etiologinya seringkali idiopatik, tetapi faktor-faktor seperti penggunaan tangan berulang, trauma minor, dan kondisi medis tertentu seperti diabetes dan artritis reumatoid dapat meningkatkan risiko. Perubahan fisiologis-histologis melibatkan inflamasi, penebalan tendon dan pulley, serta pembentukan nodul. Penting untuk mewaspadai potensi nyeri kronis, disfungsi, keterbatasan gerak permanen, dan komplikasi pengobatan. Diagnosis dan penanganan dini, termasuk terapi konservatif atau intervensi bedah jika diperlukan, penting untuk memulihkan fungsi tangan dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Pemahaman yang komprehensif mengenai kondisi ini oleh tenaga medis dan pasien sangat penting untuk pengelolaan yang efektif dan pencegahan komplikasi jangka panjang.

Referensi :

  1. Steel, H. H. (1997). Stenosing tenosynovitis at the metacarpophalangeal joint. Journal of Hand Surgery (American Volume), 22(5), 886-890.

  2. Moore, F. D., & Weiland, A. J. (1998). Trigger finger in patients with diabetes mellitus. The Journal of Hand Surgery, 23(1), 130-133.

  3. Savini, R.,графия, &графия. (1989). Trigger finger and thumb in rheumatoid arthritis. Annals of the Rheumatic Diseases, 48(10), 868-871.